CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

sayap yang ingin terbang

sayap yang ingin terbang
kepada senja aku titipkan doa yg kurapalkan pada malam agar kelak aku bisa pulang

Monday, May 19, 2014

Ini (sebagian) Kisahku

Kisahku dengan seni pentas panggung seolah memang sudah takdir yang ditulis di Lauhul Mahfudz.. Gusti Allah sudah merencanakan setiap hidup umat-Nya dengan sangat sempurna hanya saja kita yang manusia biasa dengan pemikiran yang tak sedalam Sang Pencipta akan merasa bahwa apa yang terjadi di sekitar kita sebagai sebuah kebetulan. Aku pun begitu, tapi aku berusaha menemukan korelasi sebab-akibat yang bisa kutelusuri semampuku. Hasilnya? Luar biasa bahwa Tuhan telah mengatur jalan hidupku dengan sangat asyik! Subhanallah. Aku sendiri tak pernah menyangka, bahwa ketertarikanku terhadap seni pentas panggung seperti teater misalnya, telah membawaku pada sesuatu yang aku sendiri tak pernah membayangkan sebelumnya.
Kakak keduaku sudah lebih dulu terjun di dunia seni peran sejak ia SMP, saat itu aku masih SD. Aku mendengar bahwa kakakku sangat pandai berimprovisasi saat berpentas diatas panggung dari orangtuaku, aku yang saat itu belum mengerti hanya tertawa mendengar ceritanya. Ia meneruskan kesukaannya itu hingga bangku SMA. Aku masih belum mengerti dimana asyiknya seni peran. Kemudian saat aku kuliah segalanya bermula. Bahwa seni peran itu sangat luas cabangnya, kebetulan sedari kecil aku sangat suka berpuisi, dari kesukaanku membaca dan menulis puisi lah aku tergabung dalam kelompok teater di fakultas tempat aku menempuh jenjang strata-1 ku. Menarik! Ternyata seni pentas panggung itu menarik, hal yang begitu baru untukku, dan aku telah mengikuti jejak kakakku.
Orangtuaku kurang mendukung kesukaan baruku, selain fisikku yang lemah, latihan hingga larut malam membuat mereka khawatir akan nilai akademisku. Aku pun berjanji pada mereka, jika kuliahku terganggu aku akan berhenti, selagi nilaiku masih stabil aku tak akan pernah berhenti. Oke, pada akhirnya aku benar-benar harus berhenti karena selain nilaiku ada hal lain yang membuatku mengundurkan diri di penghujung semester lima. Tapi aku masih mencintai seni peran, seni pentas panggung dan segalanya. Semester enam aku mendapat mata kuliah Literary and Oral Tradition, disitulah segalanya menjadi semakin dalam buatku. Aku yakin itu juga bukan kebetulan hingga pada akhirnya mata kuliah ini mengenalkanku pada sebuah Seni Ketoprak. Bermula pada tugas ujian tengah semester, penelusuranku bermuara pada Bapak Mujianto, menantu pendiri Grup Ketoprak Siswo Budoyo yang sangat terkenal dari Tulungagung yang menjadi penerus kesenian ini. Salah satu kisahnya mengenai Babad Tulungagung, Legenda asal muasal Tulungagung menjadi kecintaanku yang baru. Ada banyak hal yang dimanifestasikan dalam kesenian ini berupa kearifan lokal yang mengusung berbagai nilai luhur. Coba tanya orangtua kalian yang besar di Pulau Jawa pasti mengenal apa itu Grup Siswo Budoyo. Namun sayang, kesenian ini pudar oleh era modern. Hal itulah yang menjadi motivasiku mati-matian untuk memperjuangkan kesenian dan Legenda Tulungagung ini untuk kelak menjadi bahan skripsiku. Tak dinyana, dosenku sangat mendukung keinginanku, tanpa banyak bertanya apa alasanku, form pengajuan judul ku langsung ditandatangani. “Dengan resiko waktu, biaya dan tenaga, nak” ucap dosenku saat aku hendak memulai outline ku. Apapun resikonya pak, saya akan bertahan ujarku yakin. Dan izin pun langsung kukantongi.
Dukungan itu ternyata tak datang dari kedua orangtuaku, sedih rasanya jika mengetahui mereka berasal dari tempat dimana kesenian itu berdiri dan mereka dulunya adalah penonton setia kesenian ini malah mencibirku bukannya mendukung. Khayal katanya, skripsiku tak ilmiah, mana mungkin bisa sebuah mitos menjadi karya ilmiah. Aku tak lantas jatuh terpuruk, aku tetap bertahan menyelesaikannya hingga saat ini aku pun masih berjuang. Jika memang ini semua hanya khayalan, aku mana mungkin didukung penuh oleh dosen-dosenku. Kemudian aku teringat kata-kata bapak tentang aku yang ditentang saat terjun dalam teater. “kamu mau jadi pemain ludruk atau ketoprak apa? Kok segala ikut teater. Ndak berguna!” hardik bapak saat itu. Terucaplah janji yang sebelumnya pernah kusebutkan. Dan belakangan aku teringat lagi kata-kata itu. Apa karena disumpahi seperti itu makanya sekarang aku benar-benar mengambil ketoprak sebagai bahan skripsi. Bapak tak pernah sungguh-sungguh mendukungku, dukungannya selalu beliau hapus lagi dengan pesimisme-pesimisme yang berusaha beliau tularkan padaku. Maklum, beliau inginnya aku kuliah di kedokteran tapi aku menolak. Kemudian aku merasa berdosa saat aku bilang aku mencintai ketoprak karena dikutuk bapak. Ya, karena Tuhan telah menggariskan aku berkecimpung di dalamnya, bapak hanya perantara Tuhan untuk membuatku teguh atas pendirianku, ujian untuk  menguji seberapa yakin aku dalam jalan yang kupilih. Alhamdulillah hingga saat ini aku masih kuat dan akan selalu kuat.
Jika tak bertemu dengan teater, tak bertemu dengan mata kuliah Literary and Oral Tradition aku tak akan menemukan betapa sejarah itu begitu menyenangkan. Siapa yang menyangka kini aku begitu mengerti tentang kisah Ken Arok dan masa kebesaran Kerajaan Majapahit, padahal dulu aku benci sekali sampai amit-amit jabang bayi dengan sejarah. Baru saja saat mengetik semua ini aku tersadar lagi atas satu hal, bahwa Tuhan adalah Maha Penggerak Hati. Tuhan selalu mempertemukan aku dengan hal-hal yang sangat tak kusukai hingga aku terjun ke dalamnya dan menikmatinya pada akhirnya, Maha Besar Allah, bukan? Sama saat aku benci setengah mati dengan bahasa inggris, hingga kini aku kuliah di jurusan Sastra Inggris, juga saat aku membenci matematika kemudian aku menjadi guru privat matematika semasa kuliah, dan sekarang pun begitu. Ada hal yang ternyata berkaitan satu sama lain seperti benang merah saat menyelami sejarah, dan itu menarik.
Intinya, kita harus menikmati segala yang terjadi pada kita, yakinlah kalau angin badai yang menerpa semata diciptakan Tuhan untuk membuat kita kuat. Ingatlah pada peribahasa ‘semakin tinggi pohon maka semakin tinggi angina yang meniup’ jadi janganlah patah semangat jika justru disekitar kita banyak hal yang sepertinya ingin menjatuhkan kita. Teruslah bertahan, karena itulah yang Tuhan ingin ciptakan di diri kita, menjadi kuat. Aku sangat bersyukur, jika aku tak berkecimpung dalam seni peran dan pentas panggung, jika aku tak dipertemukan dengan pegiat budaya yang tersohor pada masa keemasannya, jika aku tak mengenal sejarah budayaku sendiri, maka kapan aku akan mulai untuk mencintai negeriku sendiri? Motivasi yang ingin kusampaikan adalah bersyukurlah atas apa yang kita miliki, cobalah perluas wawasan terhadap apa yang disekitar kita, jadilah generasi penerus bangsa yang mencintai Negara ini, minimal tempat kamu pernah dibesarkan. Dan ingat juga peribahasa ‘ilmu padi semakin berisi semakin merunduk’. Jadilah pribadi yang kuat, agar kelak menjadi penguat kawan yang sedang lemah, jadilah lilin dalam kegelapan, embun dalam kesejukan, oasis pada gurun. Jika kita mau, kita pasti mampu.
Salam Hangat,
Malang,

Sore yang juga hangat, mentari masih bersemangat.

Motivasi kepada para kawan.

No comments:

Post a Comment